Kamu masih beranggapan bahwa kendala utama membuat startup adalah soal pendanaan? Mulai saat ini, buang anggapan itu karena ternyata modal besar saja nggak cukup untuk membuat sebuah startup terus eksis. Bisnis startup bisa berkembang tidak melulu karena banjir dana segar lho, namun lebih karena konsep dan visi pendiriannya. Startup yang bisa bertahan biasanya adalah startup yang peka dengan masalah di masyarakat.

Sandy Colondam, co-founder PicMix sekaligus mentor startup di Gerakan 1000 Startup menyatakan bahwa pendanaan memang penting, namun bukan yang terpenting. “Paling penting adalah konsepnya yang solid, bukan soal funding,” ujarnya saat berbincang dengan Digination.id beberapa waktu lalu. Menurutnya daripada mengejar pendanaan, pelaku startup sebaiknya lebih fokus untuk mematangkan konsep dan melayani customer.

Sandy menilai bahwa faktor kegagalan startup kebanyakan bukan karena minim modal, tapi ide bisnisnya yang tidak solid dan tidak divalidasi di awal. Karenanya tidak ada investor yang mau melirik bisnis mereka. “Jadi ide mereka itu nggak divalidasi. Harusnya ada step yang namanya idea validation untuk memastikan bahwa ide kamu ini memang dibutuhkan user, jadi memang bukan kamu yang mau buat aja,” tuturnya.


“Kesalahan terbesar startup itu biasanya mereka selalu mikir ide mereka yang paling baik. Jadi mereka nggak tahu apakah user benar-benar butuh ide mereka atau nggak. Contoh orang mau jualan baju di e-commerce, tapi nggak diriset apakah orang masih butuh another toko baju online, apakah harga dia masuk akal, apakah desainnya oke menurut customer dan lain-lain,” tegasnya.

Lebih lanjut, pria yang juga co-founder PlayDay Live itu menyarankan tiga prinsip yang harus dilalui para pelaku sebelum mengeksekusi ide mereka menjadi startup. Prinsip pertama adalah ide atau produk itu harus punya nilai unik. Sebuah produk dikatakan bagus jika mempunyai nilai unik yang tidak dimiliki orang lain, sehingga tidak perlu bersaing terlalu keras di bidang yang sama dengan orang lain.

Dengan memiliki nilai unik yang berbeda dengan produk lain, otomatis akan menang karena tidak bisa dibandingkan dengan siapapun. “Kalau kita bersaing dalam ranah yang kita nggak mungkin menang, mendingan kita bersaing di produk yang bagus dulu,” lanjutnya. “Kalau produk sudah bagus dan memang solving problem, user suka, pasti jalan sendiri promosinya,” sambungnya.


Prinsip kedua, jika produk yang dibuat sama dengan orang lain maka eksekusinya harus berbeda. “Jadi, ide boleh sama tapi eksekusinya harus beda. Masalahnya kita itu sering berpikir, Oh ini udah terkenal dan sukses, kita bikin yang sama yuk. Padahal belum tentu begitu,” tukasnya. Sandy melihat kecenderungan bahwa developer game lokal melakukan hal tersebut.

“Kecenderungan developer game lokal di Indonesia itu masih cenderung melihat apa yang terkenal di luar, lalu kita bikin sama. Padahal kalau kita bikin sama kualitasnya nggak akan pernah sama dengan yang di luar dan belum tentu juga cocok dengan orang Indonesia,” tambah Sandy.

Prinsip ketiga yang harus dilakukan sebelum mengeksekusi ide adalah fokus pada customer, yaitu dengan membuat mereka merasa spesial. Produk yang kamu buat harus membuat orang lain spesial ketika memakainya sehingga mereka merasa butuh dengan kita. “Bukan bikin produk yang spesial tapi kita bikin dulu orang lain spesial sehingga akan menciptakan ketergantungan. Kalau sudah ketergantungan, kan nggak bisa kalau nggak pakai produk kita,” jelas Sandy menutup perbincangan dengan Digination.id.

Mau coba?
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: